Jumat, 26 Agustus 2011

Selamat Hari Raya Idul Fitri dari Eric Panjaitan Wa'ale


Mohon di instal flashget di hatimu
agar bisa mendownload permintaan maafku
yang terhosting di hatiku paling dalam
berisi file mohon_maaf_lahir_batin.zip
di folder Selamat_hari_raya_idul_fitri

manusia adalah makhluk yg bodoh…
berulang kali mlakukan salah, berulang kali meminta maaf dan berulang kali pula manusia kembali berbuat salah…
entah apa yg dipikirkan qta manusia…
tapi untuk itu aq meminta maaf sebesar2nya, smoga stiap langkah yg qta buat membawa qta lebih dekat ke kedewasaan…met lebaran smua…
mohon maaf lahir dan batin…

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1432 H


Kedatanganmu membahagikan kami
Kepergianmu menyedihkan kami
Denganmu Allah swt mengampuni dosa-dosa, memaafkan segala kesalahan
Mengalirkan keberkahan, membuka semua pintu surga dan menutup semua pintu neraka.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 H. Mohon maaf lahir & batin


Dari Ira Sitorus

Kamis, 25 Agustus 2011

Walikota Tanjungbalai Serahkan Honor Kepling

Walikota Tanjungbalai, H Thamrin Munthe menyerahkan honor kepala lingkungan (kepling) dari enam wilayah kecamatan dan 31 kelurahan di Kota kerang. Penyerahan honor tersebut dilakukan di pendopo rumah dinas walikota, Jalan Jenderal Sudirman, Kamis (25/8).
Keterangan yang berhasil dihimpun MedanBisnis, jumlah kepling yang menerima honor tersebut 187 orang termasuk di antaranya kepling pemekaran yang masing-masing menerima honor selama dua bulan senilai Rp 1 juta per kepling. Dana yang dibayarkan Rp 187 juta untuk kepling tersebut bersumber dari APBD Tanjungbalai Tahun Anggaran 2011.

Thamrin Munthe dalam arahannya meminta kepada seluruh kepling agar ke depan untuk senantiasa memperhatikan keberadaan lingkungannya masing-masing. Terutama berperan aktif untuk membersihkan wilayah tugasnya dalam rangka mendukung kebijakan Pemko Tanjungbalai untuk hidup bersih dan sehat.

"Para kepling diharapkan untuk lebih mampu meningkatkan kinerjanya serta mengajak warga di lingkungan untuk ikut berperan dalam rangka menjaga kebersihan lingkungan. Jika lingkungan sudah bersih, tentunya warga akan hidup sehat," katanya. (arsyad yus/ medan bisnis)

Pemko Tanjungbalai Teruskan Wajar 12 Tahun

Program wajib belajar (wajar) 12 tahun yang dicanangkan mantan Walikota Tanjungbalai H Sutrisno Hadi ternyata tidak sia-sia. Buktinya, belakangan ini pihak Pemko Tanjungbalai terus berupaya untuk melanjutkan program tersebut.
Langkah tersebut dilakukan tidak lain ntuk mewujudkan masyarakat di daerah kota kerang ke depan mayoritas sudah menyandang predikat pendidikan SLTA, meskipun sampai saat ini pemerintah pusat masih sebatas pencanangan wajar 9 tahun.

Walikota Tanjungbalai, H Thamrin Munthe dalam rapat paripurna RP-APBD TA 2011 digedung DPRD Tanjungbalai, Rabu (24/8), menyatakan, proram wajar 12 tahun yang telah dicanangkan oleh Pemko Tanjungbalai akan tetap dan terus dilaksanakan sesuai dengan semangat dan keinginan untuk mencerdaskan masyarakat Indonesia khususnya di Tanjungbalai.

Untuk mewujudkan program tersebut pada TA 2011 ini Pemko Tanjungbalai telah melaksanakan pembangunan beberapa unit sekolah baru antara lain pembangunan gedung SMK Negeri 5 dan gedung SMP Negeri 12. Di bagian lain, Pemko Tanjungbalai juga memberikan bantuan operasional sekolah (BOS) kepada SLTA sederajat.

"Saya menginginkan agar anggaran yang tertuang di dalam APBD Tanjungbalai dapat dilaksanakan tepat sasaran dan digunakan seefektif mungkin, sekaligus dapat disesuaikan dengan visi misi dan senantiasa berazaskan iman dan taqwa. Serta adanya harapan agar pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang tertuang pada APBD TA 2011 ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan," harap walikota. (arsyad yus/ medan bisnis)

Sabtu, 20 Agustus 2011

Mayat Panambang Pasir Mangambang di Titi Baru

Aiii mak. Ini cerito sodih. Atok atok banamo Sutrisno, barumur kurang lobih limo puluh lapan taun, panduduk Kalurahan Sirantau, Datuk Bandar, maninggal karono tajatuh ka sunge. Atok tu bakarojo sebagai penjaga mesin galian C dan juga panambang pasir.

Caritonyo bagini, pada Rabu (17/8) sakitar pukul 3 dinihari, Atok tu kaluar rumah manuju ka arah panton (rumah tarapung di tengah sunge tompat mesin pangisap pasir). Niatnyo ondak mamariksa kaadoan mesin dan panton karena saat itu air soang pasang bosar. Dio kamudian bajalan di atas pipa besi penyedot pasir menuju panton yang jaraknyo sakitar 30 meter di tongah sunge. Diduga ia takalicik ka sunge dan akhirnya tanggolam.

Akhirnyo mayatnyo ditemukan mangambang di bawah Titi Baru, Sirantau, Datuk Bandar, Kamis (18/8).

Elok elok Kok Ondak Malewati Jalan Masjid

Bagi siapo sajo yang suko pogi ka kota, elok eloklah kok ondak malewati Jalan Masjid, soalnyo sabuah lobang mangango topat di sisi kiri lampu merah pasimpangan Jalan Masjid dan Jalan Imam Bonjol.

Lubang sapanjang sameter dan dalamnyo lobih dari sameter tu, sangat mangganggu lalu lintas. Bahkan ditakutkan dapat manimbulkan kacalakoan karono tak ado panando adonyo lubang dokat situ. Apolagi lalu lintas di ruas tasobut sangat rame tarutamo jam barangkat dan pulang karojo. Bolum lagi malam Kamis dan Minggu, ratusan bahkan ribuan kareto dan betor malintas di dokat lobang.

Ondaknyo copat copatlah pihak Pemko mananggulanginyo iyo. (Abah/ wsp)


Jumat, 19 Agustus 2011

Kerusakan Jalan Arteri Tg. Balai Tambah Parah





Kerusakan di sejumlah ruas badan jalan nasional yang terdapat di Kota Tanjungbalai dalam satu bulan terakhir ini kelihatannya kian parah.

Ruas jalan nasional seperti Jalan Arteri maupun Jalan Yos Sudarso menuju Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai tampaknya mulai sulit dilalui kendaraan kecil maupun yang bertonase besar. Pada beberapa titik di jalan tersebut terdapat lubang yang cukup besar dan kerap menghambat laju kendaraan saat melintasinya.

Padahal Pemko Tanjungbalai sudah melayangkan surat kepada Balai Jalan Nasional Wilayah Sumut. Tapi hingga kini jawaban maupun perhatian dari pemerintah pusat melalui instansi tersebut masih belum jelas.

Irma (38) warga Jalan Arteri, Rabu (17/8) mengaku kerusakan badan jalan sering kali dikeluhkan warga. Karena akibat kerusakan badan jalan, sudah beberapa warga yang terjatuh saat melinasi jalan akibat terperosok ke dalam lubang.

“Kalau rusaknya sih sudah parah kali. Sering kali orang yang naik sepedamotor terjatuh saat melintasi jalan ini. Kami berharap agar pemerintah secepatnya melakukan perbaikan badan jalan.

Terpisah, Ketua DPC PDI-Perjuangan Tanjungbalai, Muslim Sitompul menegaskan, untuk mengantisipasi korban kecelakaan akibat kerusakan badan jalan nasional ini, seharusnya pemerintah pusat memperhatikannya.

”Lihat saja kondisi sejumlah jalan nasional di daerah Tanjungbalai kelihatannya mulai sulit dilalui kendaraan. Kita tidak menginginkan korban akibat kerusakan jalan tersebut. Diharapkan pemerintah pusat melalui Balai Jalan Nasional Wilayah Sumut segera turun tangan dan memperbaiki,” tegasnya. (metro)

Kamis, 18 Agustus 2011

Durhaka Kepada Orang Tua, Berubah Wujud Menjadi Pulau


Oleh : Rahmad Fansur Siregar

Berbagai kisah dan cerita tentang legenda anak durhaka. Di antaranya, Malin Kundang di Sumatera Barat yang disumpah menjadi batu, Sampuraga di Mandailing Natal Sumatera Utara yang konon katanya, berubah menjadi sebuah sumur berisi air panas.

Di Kota Tanjungbalai, akibat durhaka terhadap ibunya, seorang pemuda dikutuk menjadi sebuah daratan yang dikelilingi perairan, yakni Pulau Simardan.

Berbagai cerita masyarakat Kota Tanjungbalai, Simardan adalah anak wanita miskin dan yatim. Pada suatu hari, dia pergi merantau ke negeri seberang, guna mencari peruntungan.

Setelah beberapa tahun merantau dan tidak diketahui kabarnya, suatu hari ibunya yang tua renta, mendengar kabar dari masyarakat tentang berlabuhnya sebuah kapal layar dari Malaysia. Menurut keterangan masyarakat kepadanya, pemilik kapal itu bernama Simardan yang tidak lain adalah anaknya yang bertahun-tahun tidak bertemu.

Bahagia anaknya telah kembali, ibu Simardan lalu pergi ke pelabuhan. Di pelabuhan, wanita tua itu menemukan Simardan berjalan bersama wanita cantik dan kaya raya. Dia lalu memeluk erat tubuh anaknya Simardan, dan mengatakan, Simardan adalah anaknya. Tidak diduga, pelukan kasih dan sayang seorang ibu, ditepis Simardan. Bahkan, tanpa belas kasihan Simardan menolak tubuh ibunya hingga terjatuh.

Walaupun istrinya meminta Simardan untuk mengakui wanita tua itu sebagai ibunya, namun pendiriannya tetap tidak berubah. Selain itu, Simardan juga mengusir ibunya dan mengatakannya sebagai pengemis.

Berasal Dari Tapanuli

Sebelum terjadinya peristiwa tersebut, Pulau Simardan masih sebuah perairan tempat kapal berlabuh. Lokasi berlabuhnya kapal tersebut, di Jalan Sentosa Kelurahan Pulau Simardan Lingkungan IV Kota Tanjungbalai, kata tokoh masyarakat di P. Simardan, H.Daem, 80, warga Jalan Mesjid P. Simardan Kota Tanjungbalai.

Tanjungbalai, terletak di 20,58 LU (Lintang Utara) dan 0,3 meter dari permukaan laut. Sedangkan luasnya sekitar 6.052,90 ha dengan jumlah penduduk kurang lebih 144.979 jiwa (sensus 2003-red).
Walaupun peristiwa tersebut terjadi di daerah Tanjungbalai, Daem mengatakan, Simardan sebenarnya berasal dari hulu Tanjungbalai atau sekitar daerah Tapanuli.

Hal itu juga dikatakan tokoh masyarakat lainnya, Abdul Hamid Marpaung, 75, warga Jalan Binjai Semula Jadi Kota Tanjungbalai. “Daerah asal Simardan bukan Tanjungbalai, melainkan di hulu Tanjungbalai, yaitu daerah Porsea Tapanuli,” jelasnya.

Menjual Harta Karun

Dari berbagai cerita atau kisah tentang legenda anak durhaka, biasanya anak pergi merantau untuk mencari pekerjaan, dengan tujuan merubah nasib keluarga.

Berbeda dengan Simardan, dia merantau ke Malaysia untuk menjual harta karun yang ditemukannya di sekitar rumahnya, kata Marpaung.

“Simardan bermimpi lokasi harta karun. Esoknya, dia pergi ke tempat yang tergambar dalam mimpinya, dan memukan berbagai macam perhiasan yang banyak,” tutur Marpaung. Kemudian, Simardan berencana menjual harta karun yang ditemukannya itu, dan Tanjungbalai merupakan daerah yang ditujunya. Karena, jelas Marpaung, berdiri kerajaan besar dan kaya di Tanjungbalai. Tapi setibanya di Tanjungbalai, tidak satupun kerajaan yang mampu membayar harta karun temuan Simardan, sehingga dia terpaksa pergi ke Malaysia. “Salah satu kerajaan di Pulau Penang Malaysialah yang membeli harta karun tersebut. Bahkan, Simardan juga mempersunting putri kerajaan itu,” ungkapnya.

Berbeda dengan keterangan Marpaung, menurut H.Daem, tujuan Simardan pergi merantau ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. Setelah beberapa tahun di Malaysia, Simardan akhirnya berhasil menjadi orang kaya dan mempersunting putri bangsawan sebagai isterinya.

Malu

Setelah berpuluh tahun merantau, Simardan akhirnya kembali ke Tanjungbalai bersama isterinya. Kedatangannya ke Tanjungbalai, menurut Daem, untuk berdagang sekaligus mencari bahan-bahan kebutuhan. Kalau menurut Marpaung, Simardan datang ke Tanjungbalai dilandasi karena tidak memiliki keturunan. Jadi atas saran orang tua di Malaysia, pasangan suami isteri itu pergi ke Tanjungbalai. Lebih lanjut dikatakan Marpaung, berita kedatangan Simardan di Tanjungbalai disampaikan masyarakat kepada ibunya. Gembira anak semata wayangnya kembali ke tanah air, sang ibu lalu mempersiapkan berbagai hidangan, berupa makanan khas keyakinan mereka yang belum mengenal agama. “Hidangan yang disiapkan ibunya adalah makanan yang diharamkan dalam agama Islam,” tutur Marpaung.

Dengan sukacita, ibu Simardan kemudian berangkat menuju Tanjungbalai bersama beberapa kerabat dekatnya. Sesampainya di Tanjungbalai, ternyata sikap dan perlakuan Simardan tidak seperti yang dibayangkannya.

Simardan membantah bahwa orang tua tersebut adalah wanita yang telah melahirkannya. Hal itu dilakukan Simardan, jelas Marpaung, karena dia malu kepada isterinya ketika diketahui ibunya belum mengenal agama. “Makanan yang dibawa ibunya adalah bukti bahwa keyakinan mereka berbeda.”
Sementara menurut H. Daem, perlakuan kasar Simardan karena malu melihat ibunya yang miskin. “Karena miskin, ibunya memakai pakaian compang-comping. Akibatnya, Simardan tidak mengakui sebagai orangtuanya.”

Kera Putih dan Tali Kapal

Setelah diperlakukan kasar oleh Simardan, wanita tua itu lalu berdoa sembari memegang payudaranya. “Kalau dia adalah anakku, tunjukkanlah kebesaran-Mu,” begitulah kira-kira yang diucapkan ibu Simardan. Usai berdoa, turun angin kencang disertai ombak yang mengarah ke kapal layar, sehingga kapal tersebut hancur berantakan. Sedangkan tubuh Simardan, menurut cerita Marpaung dan Daem, tenggelam dan berubah menjadi sebuah pulau bernama Simardan.

Para pelayan dan isterinya berubah menjadi kera putih, kata Daem dan Marpaung. Hal ini disebabkan para pelayan dan isterinya tidak ada kaitan dengan sikap durhaka Simardan kepada ibunya. Mereka diberikan tempat hidup di hutan Pulau Simardan. “Sekitar empat puluh tahun lalu, masih ditemukan kera putih yang diduga jelmaan para pelayan dan isteri Simardan,” jelas Marpaung. Namun, akibat bertambahnya populasi manusia di Tanjungbalai khususnya di Pulau Simardan, kera putih itu tidak pernah terlihat lagi.

Di samping itu, sekitar tahun lima puluhan masyarakat menemukan tali kapal berukuran besar di daerah Jalan Utama Pulau Simardan. Penemuan terjadi, ketika masyarakat menggali perigi (sumur). Selain tali kapal ditemukan juga rantai dan jangkar, yang diduga berasal dari kapal Simardan, kata Marpaung.

“Benar tidaknya legenda Simardan, tergantung persepsi kita. Tapi dengan ditemukannya tali, rantai dan jangkar kapal membuktikan bahwa dulu Pulau Simardan adalah perairan.”. (***)


190 Narapidana LP Kelas II B Pulau Simardan Dapatkan Remisi

Sebanyak 190 narapidana LP Kelas II B Pulau Simardan Kota Tanjungbalai dapatkan remisi pada peringatah HUT Kemerdekaan tahun 2011.
Pemberian remisi dilaksanakan dalam upacara yang dihadiri Walikota Tanjungbalai Drs H Thamrin Munthe MHum bersama unsur Muspida di LP Pulau Simardan Rabu (17/8)

Menkumham Patrialis Akbar dalam amanat tertulisnya dibacakan Kepala LP kelas II B Pulau Simardan Bambang Basuki BcIP SH mengatakan, pemberian remisi jangan pernah diartikan untuk memanjakan narapidana, namun perlu dipahami dari sisi kemanusiaan sebagai wujud kepedulian agar narapidana mampu menjadi manusia seutuhnya.

"Melalui pemberian remisi ini, diharapkan narapidana mampu meningkatkan kualitas dirinya sebagai hamba Tuhan dalam hal memperbaiki hubungan sosial dengan anggota masyarakat, hingga remisi dapat bermafaat bagi narapidana dan masyarakat secara luas," kata Menkumham.

Usai upacara, Kepala LP Pulau Simardan Bambang Basuki BcIP SH didampingi Kasubsi Registrasi Madong Gorat mengatakan, saat ini LP Pulau Simardan mengalami overkapasitas. Daya tampung LP hanya 198 narapidana, namun saat ini kapasitasnya sudah mencapai 500 narapidana.

"Ini sudah menjadi persoalan sejak beberapa tahun terakhir, karena jumlah tahanan yang bebas dengan yang masuk sudah tidak seimbang hingga kapasitas menjadi berlebihan,"kata Bambang.

Dalam HUT ke 66 Kemerdekaan tahun 2011 ini, katanya LP Pulau Simardan memberikan remisi kepada 190 narapidana dengan rincian yakni, remisi 1 bulan sebanyak 50 orang, 2 bulan 82 orang, 3 bulan 43 orang, 4 bulan 7 orang dan 5 bulan 9 orang.

"Dari total napi 500 orang yang terjerat kasus narkoba sebanyak 233 orang atau 45 persen dari jumlah napi," tuturnya

Usai pemberian remisi Walikota Tanjungbalai Drs H Thamrin Munthe MHum bersama unsur Muspida dan kepala LP melakukan ziarah ke makam pahlawan di komplek LP Pulau Simardan. (analisa)

Rabu, 17 Agustus 2011

Kondisi Listrik Selama Puasa di Tanjungbalai Kondusif

Kondisi Listrik Selama Puasa di Tanjungbalai Kondusif
Al Ustadz M.Yusuf Jalani,LC menyampaikan tausyiah singkat tentang aplikasi puasa menuju taqwa pada acara buka puasa bersama keluarga besar PT.PLN Rayon Tanjungbalai di lantai III Tresya Hotel KM 7 Jalan Jamin Ginting Tanjungbalai.

Kondisi listrik selama puasa di wilayah kerja PT.PLN Rayon Tanjungbalai tidak ada masalah dengan kata lain tidak ada pemadaman,bahkan bisa dikatakan kondusif.
"Secara teknik, jaringan PLN di Kota Tanjungbalai cukup aman. Mudah-mudahan tidak ada gangguan yang berarti, hingga kekhawatiran masyarakat teratasi.Sekali lagi kami nayatakan,masyarakat tak perlu kuatir lagi seperti terjadi tahun lalu,"ujar Manager Ranting PT (Persero) PLN Tanjungbalai Ir Abdul Khalik Nasution kepada wartawan di sela - sela buka puasa bersama keluarga besar BUMN dipimpinnya di lantai III Tresya Hotel KM 7 Jalan Jamin Ginting Tanjungbalai itu,Kamis (11/8).

Menurut Abdul Khalik Nasution, tujuan diadakannya buka puasa bersama tidak lain guna meningkatkan kebersamaan dalam menciptakan suasana sejuk dan harmonis menuju Kota Tanjungbalai yang maju, modern dan religi untuk sama-sama menekan tunggakan seminimal mungkin, gangguan Jaringan Tegangan Menengah (JTM) juga menurun, lampu terang dan terus terang.

Taushiah singkat tentang aplikasi puasa menuju taqwa disampaikan Al Ustazd M Yusuf Jailani,LC, kemudian dilanjutkan salat magrib berjamaah di mushala Tresya Hotel itu.(analisa/ bs)

Nelayan Tanjungbalai Semakin Terpuruk


Para nelayan di Kota Tanjungbalai dalam kurun waktu tiga bulan terakhir semakin terpuruk. Keterpurukan itu tidak saja diakibatkan kondisi iklim yang kurang mendukung seperti angin kencang dan kuatnya gelombang laut, tetapi juga dampak dari maraknya aksi perompakan serta menjamurnya pukat trawl (pukat harimau) yang beroperasi menangkap ikan di wilayah tangkapan nelayan tradisional.
Yunus (43), seorang nakhoda kapal nelayan, Selasa (16/8) menyebutkan, tahun-tahun sebelumnya menjelang Idul Fitri, pendapatan nelayan selalu meningkat, sehingga mampu memenuhi kebutuhan lebaran.

“Sekarang ini, pendapatan nelayan untuk sekali melaut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, bahkan hasil tersebut jauh berkurang, apalagi belakangan ini berbagai harga kebutuhan pokok melambung naik,” tuturnya.

Namun demikian, lanjut Yunus, kendati kalangan masyarakat nelayan kerap menyampaikan keluhannya, sampai saat ini belum terlihat ada perhatian serius dari pemerintah terkait permasalahan nelayan tersebut.

Padahal, sebutnya, nelayan seperti dirinya sangat membutuhkan ada kebijakan nyata dari pemerintah yang bisa melindungi nelayan yang saat ini masih mengandalkan tangkapan menggunakan alat-alat tradisional.

Hal serupa juga diungkapkan Agus, yang berprofesi sebagai buruh nelayan di Tanjungbalai. Agus mengaku saat ini dirinya hanya bisa pasrah sembari menumpukkan harapannya kepada pemerintah dan para wakil rakyat di legislatif.

“Kami juga bagian dari rakyat NKRI, dan sudah sewajarnya kami meminta perlindungan dan perhatian kepada pemerintah dan wakil rakyat.” ucapnya.

Melihat kondisi ini, Ketua Forum Komunikasi Nelayan Indonesia (FKNI) Tanjungbalai-Asahan Dahli Sirait mengaku, pihaknya sudah menyampaikan persoalan itu kepada para wakil rakyat di Sumut, terutama dalam mengatsi kasus pukat trawl yang kini terlihat semakin bebas beroperasi di laut. “Nasib nelayan saat ini semakin terpuruk, dan jika persoalan ini tidak segera diatasi kemungkinan beberapa waktu ke depan bakal terjadi pengaguran besar-besaran. Sebab, hal ini bisa berdampak pada banyaknya nelayan yang kehilangan mata pencaharian,” sebutnya. (metro)

Kenanganku di Tanjungbalai

Oleh : Sofyan, SE. Ak



Banyak hal yang masih membekas dibenakku tentang kota kelahiranku, semua masih membekas dengan jelas. Suasana kotanya, masyarakatnya, kawan-kawan masa kecilku, peristiwa-peristiwa masa kecil yang menyenangkan, tempat bermain dan tempat jatuh, dan semua hal yang pernah kualami di kota ku......
Sebagaimana umumnya masyarakat pesisir nada bicaranya kencang, walau begitu masyarakatnya ramah dan menjaga sopan santun. Masyarakatnya terkenal religius dan berpegang teguh pada agamanya yang mayoritas adalah ISLAM. Tingkat toleransi masyarakatnya sangat tinggi, hidup bertetangga dan berdampingan dengan saudara-saudaraku yang berbeda suku dan agama adalah biasa, tak pernah ada kerusuhan karena alasan agama dan suku.

Masa dahulu pendidikan agama di kotaku adalah mutlak, sehingga anak-anak biasanya bersekolah di dua sekolah yang berbeda. Pagi sekolah di sekolah umum sore hari di sekolah diniyah yang selalu kami sebut dengan SEKOLAH ARAB, karena di sekolah itu anak-anak diajarkan: sejarah Nabi Muhammad dan agama Islam, aqidah dan akhlak, bahasa arab, cara menulis arab dan lain-lain. Pada malam hari anak-anak pergi mengaji ke rumah-rumah guru mengaji, dahulu masih banyak guru mengaji yang mengajarkan Al Quran. Setiap bulan Ramadhan masjid-masjid selalu ramai, kemeriahan semakin ramai pada saat lebaran tiba, sehingga suasananya benar-benar terasa dan bisa dinikmati.



Tidak semuanya memang masyarakatnya seperti gambaran diatas, TAK ADA GADING YANG TAK RETAK. Di tengah-tengah masyarakat yang terkenal religius selalu ada yang sebaliknya, tapi itulah hidup selalu berwarna dan beraneka.

Budaya Melayu adalah budaya yang mendonimasi kehidupan masyakatnya. Sejak dahulu tari-tarian dan nyanyian Melayu sangat disenangi, banyak group-group tari Melayu yang didirikan. Tarian Serampang XII sangat populer, Nasyid, Qasidah, Hadrah, Pantun dan Pencak Silat selalu mewarnai setiap acara-acara di tengah-tengah masyarakat.


Meski tidak persis di pinggir pantai kotaku adalah kota kecil yang penghasilan utamanya adalah hasil laut, kebanyakan masayarakatnya hidup sebagai nelayan. Hasil laut terbanyak setelah ikan adalah kerang karena itulah kota ku disebut KOTA KERANG.
Hasil pertanian satu-satunya yang menjadi andalan adalah buah KELAPA. Banyak pohon kelapa dimana-mana karena hampir di setiap sudut kota kita bisa melihat pohon kelapa.
Kota kecil ku dibelah dua oleh sungai yang mengalir di tengahnya, SUNGAI SILAU yang diatasnya terbentang titi, titi bernama TITI SILAU yang dahulu kami diberi gelar TITI PANJANG. Titi ini dahulu adalah satu-satunya titi yang menghubungkan bagian utara dan selatan kota.
SUNGAI ASAHAN dari DANAU TOBA juga mengalir di kotaku, masih banyak sungai lain tapi yang besar adalah SUNGAI SILAU dan SUNGAI ASAHAN.

Itulah sekelumit pengantar tentang kotaku TANJUNGBALAI si KOTA KERANG. Masih banyak yang ingin kuceritakan, mudah-mudahan aku diberi kekuatan oleh Allah SWT dan bisa melanjutkan tulisan ini.


Selasa, 16 Agustus 2011

Spirit Anak Kampung


Oleh : Abah Rahman

AKU ini orang kampung. Masa kecilku saja dihabiskan diantara daun-daun nipah. Sudah itu mengembalakan itik, mengurus ternak ayam, menjemur padi dan berburu kera karena memakan buah-buah kelapa. Namanya tinggal di dusun, mana ada penduduk yang tinggal di gedung pencakar langit. Yang ada, dinding-dinding rumah dari tepas, atapnya dari daun rumbia. Anak-anak yang putus sekolah setiap saat tampak main alip cendong.

Nun, di desa Sungai Dua Hulu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Asahan disanalah aku dibesarkan. Kini desa itu masih ada. Bahkan, keadaannya masih seperti yang dulu. Tiap tahun jadi langganan banjir. Untuk menuju kesana pun harus butuh perjuangan keras, naik sampan dan berjalan kaki.

Hidup keluargaku amatlah miskinnya. Ayahku yang kini sudah almarhum itu hanya petani di lahan yang jadi langganan banjir. Emakku ibu rumah tangga biasa. Kami benar-benar miskin. Saat itu, ingin rasanya aku berbuat untuk merubah keadaan. Melepaskan diri dari belenggu kemiskinan yang amat tidak mengenakkan itu. Tapi apa daya, aku masih buta, tak tahu harus mulai dari mana.

Aku mengetahui dunia luar dari radio transistor dua band milik Uwakku. Dari situlah aku mulai mengetahui bahwa di luar sana ada seribu kesempatan menanti.

Aku pun mulai pandai berangan-angan. Menggapai-gapai sesuatu yang belum pasti. Bahkan ayahku sempat ketawa terbahak-bahak mendengar rencanaku ingin kuliah.

"Sudahlah itu, tak ponting barangan-angan, tinggi pun sakolah kau tak ado gunonyo. Kau tengok si apo tu ha, ada gelar SH ke ladang jugo nyo. Ke ladang sajalah kau," katanya padaku.

Ya, aku masih ingat, semuanya itu dikatakannya ketika kami baru pulang mengambil daun nipah.

Aku paham, kenapa dia mengatakan demikian. Ia sudah sering melihat anak-anak sekampung kami yang sekolah tinggi tapi akhirnya pulang kandang juga. Gelar sarjana yang tadinya diharapkan bisa mendongkraknya jadi bos, akhirnya cuma bekerja di ladang. Padahal, untuk mendorong si buah hati menjadi tukang insinyur, misalnya, ada orang tua yang menjual tanah. Kenapa demikian ? Mereka pulang kampung ternyata tak tahan hidup menderita di perantauan.

Baiklah kalau begitu. Aku bertekad, apa pun ceritanya aku harus sekolah, walau bagaimana pun caranya. Akhirnya kuputuskan bersepeda 30 KM sehari pulang pergi. Dari Pasar Banjar ke Tanjung Balai. Dan itu kulakukan sampai SMP. Kemudian, semasa duduk di bangku SMA aku jadi penyapu sampah jalan. Tahun 1996 sampai Tahun 1999, Pajak Bengawan dekat Titi Silau, Pajak TBO (monza) dan Pasar Ikan dekat Stasiun Kereta Api Tanjung Balai akulah setiap hari yang mengangkat sampahnya serta mongkorek saluran airnya. Itu kulakukan dari jam 4 sore sampai jam sepuluh malam. Dalam sebulan oleh Dinas Pasar Kodya Tanjung Balai, aku digaji Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah. Waktu itu kepala Dinasnya Nurdin Dalimunte, sementara Seksi Kebersihan Pajak Syahrul Effendi, yang selalu bervesva kemana-mana. Dari situlah aku membiayai sekolah, kursus komputer dan bekalku kuliah di Medan.

Maaf, tulisan ini dibuat bukan bermaksud untuk membusung dada. Tapi buat bekal bagi adik-adikku dan siapapun yang masih terjebak dengan lingkaran setan tersebut. Apalagi bagi mereka yang berasal dari keluarga miskin. Pesanku, jangan takut untuk bermimpi. Bercita-citalah setinggi langit, jangan gengsi bekerja apa saja (asalkan halal) untuk menggapainya. Biarkan orang lain mencemooh, asalkan yang kita lakukan itu untuk merubah hidup. Sekolahlah setingginya. Karena dengan ilmu kita bisa menggapai apa saja. Wassalam. (*)

SALAM PEMBUKA


Assalamualaikum Wr Wb.

Batopatan samo tanggal tujuh bolas agustus tahun dua ribu sabolas atau onam puluh onam taun Indonesia mardeka, aku mambuat blog banamo http://komburtanjungbalai.blogspot.com. Ondaknyo blog ini bisa manjadi tali pangikat sesamo anak Tanjungbale. Selamat berkarya.

Tertanda,

Abah Rahman

detiknews

KapanLagi.com: Entertainment

Tribunnews - RSS

Republika Online RSS Feed

ANTARA News - Berita Terkini

Waspada Online

Star Berita | Situs Informasi Tercepat Akurat